Pengelolaan Nursery
Pengadaan bibit merupakan kegiatan yang sangat penting dalam mendukung keberhasilan rehabilitasi lahan bekas tambang. Pengadaan bibit dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu mengadakan sendiri, dimana perusahaan pertambangan memproduksi sendiri bibit di persemaian. Cara kedua yaitu dengan membeli bibit dari penakar bibit atau masyarakat sekitar areal pertambangan sebagai bagian dari kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR). Cara ketiga pengadaan bibit juga dapat dilakukan melalui kombinasi dua cara tersebut, dimana perusahaan pertambangan memproduksi bibit sendiri dalam jumlah tertentu, sedangkan kekurangannya dibeli dari penakar atau masyarakat. Ketiga cara pengadaan bibit tersebut sama-sama baiknya asalkan bibit yang dihasilkan memenuhi syarat untuk digunakan dalam merehabilitasi lahan bekas tambang.
Bibit yang disediakan oleh perusahaan, baik yang diadakan sendiri maupun yang dibeli dari masyarakat harus memenuhi syarat:
Bibit yang disediakan oleh perusahaan, baik yang diadakan sendiri maupun yang dibeli dari masyarakat harus memenuhi syarat:
- sehat, ukuran yang sesuai (tinggi 30-50 cm),
- keanekaragaman tinggi (terdiri dari jenis lokal maupun eksotik, jenis pionir maupun klimaks),
- jumlah sesuai dengan kebutuhan,
- dan tersedia tepat waktu
Persemaian merupakan wajah rehabilitasi secara keseluruhan. Jika kondisi persemaian tidak dikelola dengan baik, misalnya bibit hanya satu jenis dan merupakan jenis eksotik, bibit kurang terawat, maka dapat dipastikan perusahaan pertambangan tersebut tidak memiliki komitmen yang tinggi untuk merehabilitasi lahan bekas tambangnya. Sebaliknya, jika bibit beraneka ragam jenis pohon lokal dengan kondisi terawat maka hampir pasti perusahaan pertambangan tersebut memiliki komitmen yang tinggi dalam merehabilitasi lahan bekas tambangnya. Oleh karena itu, peran persemaian dalam suatu perusahaan pertambangan sangat penting dan bukan hanya sekedar tempat untuk memproduksi bibit untuk mereklamasi lahan bekas tambang.
A. Perencanaan Persemaian
Tujuan utama persemaian/produksi bibit tanaman kehutanan adalah untuk mendapatkan bibit yang seragam, dalam jumlah yang cukup, dan tepat waktu. Beberapa alasan mengapa tanaman kehutanan perlu disemaikan/dibibitkan terlebih dahulu adalah:
- Benih tanaman kehutanan tidak selalu tersedia pada saat penanaman karena produksi buah dan biji berlangsung pada bulan yang berbeda.
- Benih tanaman kehutanan memerlukan perlakuan khusus untuk perkecambahan.
- Beberapa benih tanaman kehutanan memerlukan waktu yang panjang untuk berkecambah.
- Beberapa benih kehutanan yang sangat kecil, contoh Eucalyptus.
- Beberpa jenis kehutanan, khususnya yang telah melalui proses pemuliaan, harganya sangat mahal. Contoh Eucalyptus pelita
Perencanaan persemaian untuk merehabilitasi lahan bekas tambang dimaksudkan untuk memperkirakan kebutuhan lahan untuk persemaian dan jumlah benih serta bibit yang diperlukan untuk melakukan rehabilitasi lahan bekas tambang disuatu perusahaan pertambangan. Perencanaan persemaian sangat diperlukan untuk menjamin produksi bibit dalam jumlah dan kualitas yang diinginkan tepat waktu. Jumlah bibit yang dibutuhkan akan tergantung kepada luasan areal yang akan direhabilitasi setiap tahun, jarak tanam yang digunakan (biasanya 3 x 3 m sampai 4 x 4 m), jarak tanam 5 x 5 m digunakan hanya jika pada tahun-tahun berikutnya akan ditanam lagi jenis pohon klimaks diantara pohon-pohon yang telah ditanam), serta persentase bibit sulaman yang perlu dicadangkan untuk mengganti bibit-bibit yang mati setelah penanaman, biasanya digunakan 20%.
Dalam menghitung kebutuhan luasan lahan yang diperlukan untuk membangun suatu persemaian adalah areal persemaian akan dibagi menjadi dua kegunaan, yaitu untuk dibuat bedeng-bedeng (bedeng tabur dan bedeng sapih) dan untuk infrastuktur lainnya (pondok untuk tempat tinggal sementara para pekerja, kantor persemaian, gudang saprodi, rumah pompa air dan genset, bangunan pengisian polybag, tempat penampungan bahan media semai, rumah pompa dll). Sebagai patokan biasanya, lahan untuk pembuatan bedeng-bedeng adalah 60 - 70% areal persemaian, sedangkan untuk infrastuktur lainnya sebesar 30 - 40% areal persemaian.
Infrastruktur Nursery
Proporsi antara bedeng tabur dengan bedeng sapih tergantung kepada jenis-jenis pohon yang akan disemaikan karena perbedaan ukuran benih dan persen kecambahnya. Jika ukuran benih semakin kecil dan persen kecambah semakin tinggi, maka luasan untuk bedeng tabur akan semakin sedikit. Sebagai contoh untuk benih jati dengan ukuran 1.5 cm dan persen kecambah rata-rata 30% maka 1 m2 bedeng tabur hanya berisi kurang lebih 2 500 benih yang diperkirakan akan menghasilkan 833 kecambah. Dengan ukuran polybag 15 x 20 cm (setelah dibuka akan menghasilkan polybag dengan diameter kurang lebih 10 cm), maka akan memerlukan kurang lebih 8 m2 bedeng sapih. Dengan demikian perbandingan antara luas yang diperlukan untuk bedeng tabur dengan bedeng sapih adalah 1 : 8 atau 12.5% areal untuk bedeng-bedeng digunakan untuk bedeng tabur. Untuk benih yang lebih kecil ukurannya dan lebih tinggi persen kecambahnya akan memerlukan proporsi bedeng tabur yang lebih sedikit. Namun demikian untuk memudahkan perhitungan biasanya untuk bedeng tabur dialokasikan maksimum 10% dari areal persemaian.
Untuk memudahkan penghitungan kebutuhan luasan yang diperlukan untuk pembangunan persemaian, maka ukuran bedeng tabur dan bedeng sapih dibuat standar 5 m2 (5 x 1 m2). Dengan ukuran polybag 15 x 20 cm yang merupakan ukuran minimum yang sebaiknya digunakan untuk produksi pohon kehutanan untuk rehabilitasi lahan bekas tambang, maka setiap bedeng sapih ukuran 5 x1 m2 dapat menampung bibit sebanyak 500 batang. dengan demikian jika 50 - 60% minimum luas areal untuk bedeng sapih, maka dalam satu hektar (10 000 m2) akan teralokasikan 5 000 - 6 000 m2 atau setara dengan 1 000 -1 200 bedeng sapih, atau 500 000 - 600 000 bibit per periode produksi.
Infrastruktur Nursery
Gudang Saprodi |
Kantor Persemaian
Tempat Pengisian Polybag |
Tempat Penyimpanan Media |
Pompa Untuk Sarana Penyiraman |
Proporsi antara bedeng tabur dengan bedeng sapih tergantung kepada jenis-jenis pohon yang akan disemaikan karena perbedaan ukuran benih dan persen kecambahnya. Jika ukuran benih semakin kecil dan persen kecambah semakin tinggi, maka luasan untuk bedeng tabur akan semakin sedikit. Sebagai contoh untuk benih jati dengan ukuran 1.5 cm dan persen kecambah rata-rata 30% maka 1 m2 bedeng tabur hanya berisi kurang lebih 2 500 benih yang diperkirakan akan menghasilkan 833 kecambah. Dengan ukuran polybag 15 x 20 cm (setelah dibuka akan menghasilkan polybag dengan diameter kurang lebih 10 cm), maka akan memerlukan kurang lebih 8 m2 bedeng sapih. Dengan demikian perbandingan antara luas yang diperlukan untuk bedeng tabur dengan bedeng sapih adalah 1 : 8 atau 12.5% areal untuk bedeng-bedeng digunakan untuk bedeng tabur. Untuk benih yang lebih kecil ukurannya dan lebih tinggi persen kecambahnya akan memerlukan proporsi bedeng tabur yang lebih sedikit. Namun demikian untuk memudahkan perhitungan biasanya untuk bedeng tabur dialokasikan maksimum 10% dari areal persemaian.
Untuk memudahkan penghitungan kebutuhan luasan yang diperlukan untuk pembangunan persemaian, maka ukuran bedeng tabur dan bedeng sapih dibuat standar 5 m2 (5 x 1 m2). Dengan ukuran polybag 15 x 20 cm yang merupakan ukuran minimum yang sebaiknya digunakan untuk produksi pohon kehutanan untuk rehabilitasi lahan bekas tambang, maka setiap bedeng sapih ukuran 5 x1 m2 dapat menampung bibit sebanyak 500 batang. dengan demikian jika 50 - 60% minimum luas areal untuk bedeng sapih, maka dalam satu hektar (10 000 m2) akan teralokasikan 5 000 - 6 000 m2 atau setara dengan 1 000 -1 200 bedeng sapih, atau 500 000 - 600 000 bibit per periode produksi.
Penyusunan Polybag Pada Bak Bedeng |
Untuk menghitung kebutuhan bibit yang diperlukan untuk luasan lahan rehabilitasi bekas tambang seluas 100 ha dengan jarak tanam 4 x 4 m2 (625 pohon/Ha), maka kebutuhan bibitnya termasuk untuk penyulaman dapat dihitung sebagai berikut:
Jumlah Bibit (batang) = (100 x 10 000 / 4 x 4 ) + 20%
= 62 500 + ((20 / 100) x 62 500)
= 62 500 + 12 500
= 75. 000 bibit
Data ini selanjutnya digunakan untuk menghitung berapa luas areal persemaian yang dibutuhkan, sebagai berikut :
Luas Persemaian (Ha) = (Jumlah Bibit yang Diperlukan / Jumlah Bibit per Ha) x 1 Ha
= ( 75 000 / 500 000 ) x 1 Ha
= 0.15 Ha atau 1 500 m2
Kebutuhan benih untuk memproduksi bibit sejumlah 75 000 batang dapat dihitung menggunakan persamaan sbb:
KB = B / ( Kc x Km x Kj x Jb )
Tabel 1. Jumlah biji per kg dari beberapa jenis pohon kehutanan yang potensial
Untuk rehabilitasi lahan bekas tambang
No | Nama Lokal | Nama Ilmiah | Jumlah Benih per Kg |
1 | Akasia | Acacia mangium | 40.000 – 70.000 |
2 | Jabon | Anthocephalus chinensis | Beberapa juta |
3 | Mindi | Azadirachta indica | 4.000 – 6.500 |
4 | Johar | Cassia siamea | 30.000 – 45.000 |
5 | Cemara | Casuarina equisetifolia | 200.000 – 800.000 |
6 | Ekaliptus | Eucalyptus spp. | 300.000 – 2.000.000 |
7 | Jati Putih | Gmelina arborea | 700 – 1.400 |
8 | Lamtoro | Leucaena leucocephala | 27.000 – 34.000 |
9 | Sengon | Paraserianthes falcataria | 38.000 - 44.000 |
10 | Pinus | Pinus merkusii | 58.000 – 62.000 |
11 | Mahoni | Swietenia macrophylla | 1.300 – 3.700 |
12 | Jati | Tectona grandis | 1.000 – 1.900 |
13 | Suren | Toona sureni | Beberapa juta |